Jumat, 18 November 2011

Syiah, al-Qur'an dan Imamah


Doktrin kepemimpinan dan dunia Syiah dan Sunni menjadi isu yang hangat didiskusikan. Sebagian dari dua kelompok memasukan objek bahasan ini ke dalam pembahasan furu’ yang tidak punya konsekwensi dogmatis. Sebagian lagi memasukan ini ke dalam wilayah yang lebih tegas, ke dalam pembahasan akidah yang merupakan red line mazhabnya.
Menariknya kemudian, sejalan dengan perkembangan istilah kepemimpinan dalam setiap mazhab-mazhab yang ada, istilah Imamah kemudian identik dengan kelompok Syi’ah dan Khilafah menjadi istilah yang kental dengan Sunni. Selain itu, perbedaan-perbedaan mendasar juga muncul. Sunni beranggapan bahwa kepemimpinan adalah aktifitas manusia yang sepenuhnya diserahkan kepada umat Islam untuk menentukannya, sementara Syi’ah bertahan pada keyakinan holistic bahwa kepemimpinan adalah hak proregatif Allah yang murni lepas dari campur tangan manusia dan sebagainya.
Tulisan ini mencoba mengulas tafsir tematik tentang kepemimpinan menurut Syi’ah dalam nash al-qur’an dalam frame pandangan Syi’ah.
Ayat akmaltu lakum
Ayat al-Qur’an yang berbunyi: Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah takut kepada mereka, takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan bagimu nikmat-nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam sebagai agamamu[1]
Pada bagian dari ayat di atas diawali dengan “pada hari ini” yang bisa berarti “sekarang ini” atau “hari yang sudah disebutkan sebelumnya”. Allah SWT berfirman bahwa pada hari ini orang-orang kafir telah berputus asa untuk menghancurkan agamamu, karena mereka merasa tidak akan berhasil, maka kaum kafir memutuskan menghentikan permusuhan mereka terhadap Islam. Jadi janganlah takut kepada mereka. Kalimat selanjutnya sangat penting, tetapi takutlah kepada-Ku, Allah bermaksud mengatakan “orang0orang kafir tidak akan mampu menghancurkan agamamu, dan bila itu mereka lakukan, mereka akan Aku hancurkan”. Ayat selanjutnya pada hari ini telah kusempurnakan untukmu agamamu…. Dalam bagian ini, digunakan dua kata: Disempurnakan dan dicukupkan. Kedua kata ini kira-kira artinya sama, meski ada bedanya juga.

Menyempurnakan dan Mencukupkan

Sesuatu, selama bagian finalnya belum ada, maka sesuatu itu tidak lengkap. Kalau bagian finalnya sudah ada, berarti sesuatu itu telah lengkap. Sebuah mobil, meskipun bagian-bagiannya telah lengkap, tapi selama masih belum bisa digunakan, masa ia tidak disebut sempurna. Sesuatu tidak bisa disebut sempurna meskipun seluruh bagiaannya sudah lengkap kalau pembentuknya belum sampai pada puncaknya.
Al-Qur’an mengatakan, “pada hari ini telah kesempurnakan bagimu agamamu…” dengan kata lain, sekarang Islam yang telah diinginkan Allah SWT. Maksudnya bukanlah bahwa Islam tetap seperti sebelumnya, namun Allah SWT telah mengubah pandangan-Nya tentangnya. Maksudnya, bahwa sekarang Islam, agama pilihan Allah telah sampai pada tahap lengkap dan sempurna. Begitulah maksud ayat tersebut. Hari apa yag dimaksud ”pada hari ini”. Hari apa yang menurut al-Qur’an agama kaum muslimin disempurnakandan nikmat Allah dicukupkan?

Mengherankan bahwa ayat sebelum dan sesudahnya tidak menunjukkan apa yang dimaksud dengan “pada hari ini”. Konteksnya tidak memberikan indikasi verbal. Dalam ayat-ayat sebelumnya tidak disebut-sebut peristiwa penting yang berkenaan dengan pada hari ini. Norma hukum berkenaan dengan daging binatang tertentu, daging bangkai, darah dan daging babi disebut-sebut dalam ayat-ayat yang mendahului ayat ini. Kemudian tiba-tiba al-Qur’an mengatakan ayat hari ini telah kesempurnakan….(sampai akhir ayat 3) lalu al-Qur’an sekali lagi berpaling ke tema sebelumnya dan mengatakan; “Namun barang siapa terpaksa makan daging yang diharamkan, bukan karena kehendak untuk berbiat dosa, maka Allah SWT maha pegampun lagi lagi maha pengasih.” Ayat-ayat ini posisinya demikian, sehingga kalau ayat yang menyelangi ditiadakan, maka ayat-ayat lainnya tidak kehilangan konsistensi dan pokok bahasannya tidak terganggu.

Maksud ”Pada Hari Ini”
Para mufasir baik Syi’ah maupun Sunni telah berusaha memberikan penjelasan maksud dari kalimat pada hari ini. Ada dua cara untuk menginterpretasi maksud kalimat di atas. Pertama, mengetahui arti dari konteksnya, dan cara kedua yaitu merujuk ke sejara da hadits untuk mengetahui kapan ayat ini turun. Mereka yang menggunakan cara pertama, tidak perhatian terhadap apa yang dikatakan sejarah dan sunnah tentang latar belakang ayat ini. Mereka hanya melihat kepada substansi ayatnya dan mengklaim bahwa ayat itu berkaitan dengan hari ketika Nabi saw diangkat menjadi Rasul. Menurut mereka, “pada hari ini” maksudnya adalah hari itu, bukan pada hari ini.
Semua mufasir al-Qur’an sefakat bahwa Surah ini diturnkan di Madinah, dibanding dengan surah an-Nasr, turunkan bahwa lebih belakangan. Memang satu atau dua ayat yang ada di surah-surah lain turunnya sesudah itu, namun tidak dalam bentuk surah yang lengkap. Jadi surah al-Maidah adalah sura yang terakhir diturunkan.
Beberapa pandangan tentang makna “Pada hari ini” di kemukakan oleh para mufasir, antara lain:

a. Hari Pengangkatan Rasul
Telah disebutkan bahwa menurut sebagian orang, yang dimaksud dengan pada hari ini, bukan sesuai dengan arti lafzdinya. Pertanyaannya adalah bagaimana indikasinya? Mereka mengatakan bahwa karena pada hari ini telah digambarkan  sebagai hari ketika Allah SWT. Memilih Islam sebagai agama bagi umat manusia. Tentu saja kalimat di atas maksudnya hari ketika Islam datang. Argument ini didasarkan pada kata-kata “Aku pilih Islam sebagai agamamu”. Argumen ini tentu saja benar seandainya kata-kata ini tidak didahului dengan kalimat yang mengatakan, pada hari ini telah kesempurnakan agamamu dan telah aku lengkapkan lengkapkan nikma-ku untukmu.  Hari ketika Islam datang adalah permulaan kalimat Allah, bukan dari kesempurnaannya. Karena itu pada hari ini tidak mungkin hari ketika Nabi Muhammad saw diangkat menjadi nabi.[2]

b. Hari Penaklukan Mekah
Kemungkinan lainnya adalah bahwa “pada hari ini” adalah hari penaklukan Mekah. Ini juga hanya sekedar anggapan karena tidak ada bukti yang memperkuatnya. Ada argument yang menyebutkan bahwa ada hari lain yang sangat penting dalam sejarah Islam, yaitu ketika Mekah ditaklukkan, Karena pada hari itu turun ayat-ayat ini:
“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata, supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yagn telah lalu dan yang akan darang serta menyempurnakan nikmat-Nya atasmu dan memimpinmu ke jalan yang lurus”[3]

Tidak diragukan lagi bahwa “hari ini” sangat penting. Di jazirah Arab, secara spiritual, posisi Mekah unik. Sejak serangan terhadap Ka’bah oleh pasukan gajah dan kekalahan pasukan itu dengan cara yang istimewa, semua orang sangat menghormati Ka’bah. Mereka memandang Ka’bah sebagai tempat ibadah yang sangat suci. Sejak peristiwa tersebut kaum Quraisy merasa sangat bangga diri. Mereka mengatakan bahwa Ka’bah sedemikian sangat suci sehingga tentara hebat yang menyerang Ka’bah mendapat kehancuran yang datang dari langit dan seluruhnya binasa. Kaum Quraisy percaya bahwa peristiwa itu memperlihatkan arti penting mereka. Peristiwa itu membawa pengarus psikologis yang kuat pada orang-orang Arab lainnya, yang mulai menghormati dan mulai mematuhi kaum Quraisy.
Sejak saat itu orang-orang Arab mulai percaya bahwa kaum Quraisy tidak mungkin terkalahkan, dan bahwa Ka’bah tidak mungkin dapat diserang. Namun tidak seperti yang mereka perkirakan, Nabi Muhammad saw berhasil menaklukan Mekah dengan mudah dan tanpa adanya pertumpahan darah. Selama penaklukan itu, tidak sedikitpun yang terluka. Barangkali inilah mungkin yang diinginkan oleh Nabi saw, disamping mempertimbangkan kesucian Mekah, ketika nabi mengambil sikap menghindari perang ketika menaklukkannya. Inilah alasan kenapa dari sudut pandang psikologis penaklukan Mekah memili pengaruh luar biasa terhadap masyarakat Arab. Mereka sangat terkesan bahwa ternyata Nabi mampu melaklukan Mekah tanpa menimbulkan kerugian pada pihak manapun. Konsekwensinya,  penduduk lain jazirah Arab juga melakukan penyerahan diri. Merekapun datang ke Madinah dalam jumlah besar untuk memeluk Islam. Al-Qur’an mengatakan “tidak sama di antara kamu orang yang menafkahkan (hartanya) dan sebelum sebelum penaklukan (Mekah). Mereka lebih tinggi derajatnya daripada orang-orang yang menafkahkan hartanya dan berperang sesudah itu.”[4]
Karena sebelum penaklukan Mekah kaum Muslim berjumlah sedikit, maka kalau mereka berbuat kebajikan, itu karena iman yang kuat. Namun setelah penaklukan, situasi menjadi lain, orang berbondong-bondong masuk Islam. Namum Islamnya mereka tak sama nilainya dengan Islamnya orang-orang yang memeluk Islam sebelum penaklukan. Karena itu, tidak dapat dipungkiri bahwa penaklukan Mekah merupakan kemenangan besar Islam. Fakta ini juga tidak dapat dibantah.
Seperti yang talah dikatakan, sebagian orang beranggapan bahwa hari yang dipandang penting oleh Islam adalah hari penaklukan. Kelompok ini mengutip ayat yang berbunyi: Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah takut kepada mereka, takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan bagimu nikmat-nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam sebagai agamamu.
Namun sebagaimana yang telah lalu, tidak ada satupun dalam teks atau catatan sejarah yang membuktikan dan memperkuat pendapat bahwa ayat ini berkenaan dengan penaklukan Mekah. Selain itu sebagian dari ayat ini tidak mendukung argumen-argumen di atas. Kata-kata  telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan bagimu nikmat-nikmat-Ku menunjukkan pada saat itu segala sesuatu tentang agama telah difirmankan, agama telah diwahyukan, dan tidak ada yang belum difirmankan. Namun kita tahu pasti bahwa banyak petunjuk, perintah atau ajaran agama justru  turun setelah penaklukan Mekah. Posisi ini tidak sesuai dengan kata-kata Telah Kucukupkan bagimu nikmat-nikmat-Ku.
Kalau orang mengatakan telah lengkap bangunan gedung, maka dia tidak merujuk ke sebuah bangunan yang masih belum lengkap. Banyak ayat al-Qur’an –termasuk ayat-auat surah al-Maidah, sebuah surah yang panjang berisi benyak aturan hukum- yang turun setelah penaklukan Mekah. Mana mungkin ayat ini, yang merupakan satu bagian dari surah al-Maidah, berkenaan dengan penaklukan Mekah yang terjadi pada tahun ke delapan hijrah, padahal Surah ini turun menjelang akhir tahun kesepuluh. Sekalipun dikatakan bahwa ayat ini turun ketika penaklukan Mekah, namun kesempurnaan nikmat Allah SWT tetap saja tidak sesuai dengan peristiwa ini.

Penjelasan Syi’ah
Ada pandangan lain yang dikemukan mazhab Syi’ah yang didukung oleh ayat-ayat al-Qur’an serta sejarah.
1.  Kalau masalah ini dilihat dari sudut pandang sejarah, maka dapat ditemukan banyak bukti yang memperkuat penjelasan mereka. Kebanyak buku yang ditulis tentang persoalan ini mengemukan bawha sejarah dan hadis sepakat, bahwa ayat al-qur’an “Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah takut kepada mereka, takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan bagimu nikmat-nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam sebagai agamamu.” Turun di Qhadir Khum.[5] Dan pandangan ini secara mayoritas diterima oleh ulama tafsir dan sejarah Sunni.[6]
Menurut riwayat, ketika Nabi saw kembali dari menunaikan ibadah haji perpisahan pada tahun terakhir hayatnya yakni sekitar dua bulan sebelum wafatnya. Beliau wafat pada 28 Safar atau menurut sunni 12 Rabiulawal. Nabi saw sampai di Ghadir Khum pada 18 Zulhijjah, yaitu dua bulan sepuluh hari sebelum wafat atau dua bulan dua puluh empat hari menurut mazhab Sunni.[7] Tempat ini terletak di dekat Juhfah, lalu Nabi memerintahkan kepada kafilah untuk berhenti untuk menyampaikan suatu masalah. Nabi juga memerintahkan dibuatkan mimbar, setelah itu ia naik dan memulai

Nabi berkata; “Bukanlah aku lebih utama atas diri kalian dibanding kalian sendiri?” Semua yang hadir menjawab ”Ya” Lalu Nabi berkata “Barang siapa yang mengganggap aku lebih utama atas dirinya, maka inilah Ali (bin Abi Thalib) pemimpinnya”. Pada riwayat yang lain; Rasul bersabda; “Ali adalah pemimpin bagi orang yang menjadikan aku pemimpinnya” pada saat inilah turun ayat al-Qur’an “Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah takut kepada mereka, takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan bagimu nikmat-nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam sebagai agamamu.[8]
Sebab turunnya ayat ini dicatat hampir secara ijma’ oleh seluruh sejarwan Islam baik Sunni maupun Syi’ah. Argumentasi Syi’ah yang didasarkan pada latar belakang sejarah merupakan jalan terbaik dalam menengahi interpretasi-interpretasi lepas yang dilakukan beberapa penafsir ataupun pemikir dengan melakukan pendekatan linguistik maupun semata. Sebab sejarah lebih patut dipegang dari pada interpretasi personal.
Bila ada yang mengatakan bahwa frase “pada hari ini” artinya bukanlah hari ini, lantas apa artinya? Berkenaan dengan saat turunnya ayat ini, ternyata bukan satu atau dua, melainkan puluhan riwayat mutawatir mengatakan bahwa ayat ini turun di Ghadir Khum pada hari Nabi saw menunjuk Imam Ali as sebagai penggantinya.
2.   Dalam ayat tersebut sendiri, ada indikasi-indikasi internal yang menguatkan apa yang ditegaskan oleh sejarah. Ayat ini mengatakan “Pada hari ini kaum kaum kehilangan harapan untuk mengalahkan agamamu.”
Kita melihat bahwa beberapa ayat yang lain mengatakan, orang-orang kafir ingin menghancurkan agama kaum Muslim. Ayat yang sedang dibahas ini mengatakan bahwa sekarang mereka telah kehilangan harapan untuk menghancurkan agama Islam dan aktifitas permusuhan mereka terhadap muslimin telah berakhir. Jadi “janganlah takut kepada mereka, namun takutlah kepada-Ku” firman Allah; “Takutlah kepada-Ku” maksudnya apa? Apakah Allah musuh agama-Nya sendiri? Bukan ayat ini menetapkan prinsip dasar yang sama berkenaan dengan nikmat Allah SWT yang telah disebutkan dalam begitu banyak ayat lainnya.

Penutup
Imamah yang dibicarakan oleh Syi’ah atau setidak-tidaknya oleh para Imam mereka, berbeda dengan apa yang dibahas oleh kaum Sunni. Imamah juga berbeda dengan pemerintahan, yang begitu telah banyak diseminarkan dewasa ini, terutama dalam menarik garis pemisah antara mazhab Syi’ah dan Sunni.
Permasalah kepemimpinan dalam Sunni sangat sederhana dan sangat manusiawi dan bisa dikatakan kering dari nilai-nilai langit. Khilafahan sebagai klaim Sunni, adalah peristiwa kepemimpinan manusia yang lepas dari ukuran nilai-nilai firmani. Dan semangat mereka mempertahankan keabsahan kekuasaan Abu baker, Umar dan Utsman, menarik mereka ke dalam permasalahan politis, “kepemimpinan adalah kekuasaan”.
Sunni berpendapat bahwa aspek-aspek metafisis manusia yang disebutkan Allah SWT dalam kaitannya dengan Adam as, Ibrahim as, dan lainnya hingga Muhammad saw, sudah berakhir. Sekarang manusia hanya biasa-biasa saja. Paling banter, ada yang menjadi ulama karena memiliki pengetahuan. Mereka kadang berbuat keliru, dan terkadan gtidak. Ada yang menjadi penguasa, sebagian ada yang tanpa cela sebagian ada yang tercela. Kaum Sunni tidak mempercayai adanya Hujah Allah SWT yang punya kontak dengan alam metafisis. Mazhab ini berpendapat bahwa dengan wafatnya Nabi saw maka semua ini sudah berakhir.
Dalam pandangan Syi’ah, pada dasarnya, masalah Imamah ada karena adanya masalah kenabian, bukan berarti bahwa keimamahan lebih rendah dari kenabian, namun dalam arti bahwa imamah adalah seperti kenabian. Para Nabi besar adalah nabi sekaligus imam. Imamah adalah suatu keadaan spiritual. Dalam hubungan ini imam menggarisbawahi kensep tentang manusia paripurna. Suatu kesadaran kemanusiaan yang tidak pernah putus dengan aktifitas langit!

[1] . QS. Al-Maidah: 3
[2] . lihat  Ara’ Haula al-Imamah, Mahdi Isfahani, 28.
[3] . Qs. al-Fath: 1-2
[4] . QS. Al-Hadid: 10
[5] . Mukaddimah kitab, Madkhal ila Dirasah Nash al-Ghadir. 
[6] . al-Imamah wa al-Khilafah, Ayad al-Manshuri, hal. 21
[7] . Sirah Nabawiyah, Najah Attai, 2/132
[8] . Ibid hal. 133

Sabtu, 12 November 2011

Kota Suci Peureulak


Peureulak merupakan kota tua, yang lebih dikenal dengan sejarahnya yang gemilang di Dunia Islam Asia tenggara khususnya Indonesia.Bandar khalifah.itulah nama awal pertama daerah Peureulak tepatnya di desa Paya Meuligoe, tempat Kerajaan Islam pertama Asia Tenggara pada tahun 225 H dengan Raja pertamannya Sayyed Maulana Abdul Aziz Syah. 

Bandar Khalifah yang dulunya merupakan kota Perdangan antar bangsa seperti gujarat (India) Arab dan persia serta sebagian negara-negara Eropa seperti inggris, Perancis, Belanda, Portugis dan lain-lain.


Awal perkembangan dan penyebaran Islam bermula dari Bandar Kahalifah (Paya Meuligo Sekarang) yang di sebarkan Oleh para Ulama-ulama dari peureulak dan dari Daerah lainnya.sehingga Agama Islam di Asia Tenggara berkembang dan menyebar dari bandar Khalifah yang kemudian menjadi Peureulak.

Pada tahun 1980 di Kuala Simpang dimana para ahli sejarah berkumpul dalam sebuah forum ilmiah untuk membedah sejarah Islam. Peristiwa bersejarah itu diberi tema: Seminar Sejarah Masuk Dan Berkembangnya Islam Di Aceh Dan Nusantara, yang dihadiri oleh sejarahwan dan budayawan dari dalam dan luar negeri. Berdasarkan data yang tersedia sebanyak 199 orang turut serta dalam acara yang diprakarsai oleh Ali Hasjmi tersebut, termasuk Prof. DR. HAMKA. Dari seminar tersebut dilahirkan beberapa kesimpulan, di antaranya: Peureulak adalah daerah pertama masuknya Islam di Nusantara, bahkan menjadi kerajaan tertua di Asia Tenggara yang dimulai  dengan diproklamirkannya kerajaan Peureulak oleh sultan Said Maulana Abdul Aziz Syah pada tahun 225 Hijriah bertepatan dengan 840 Masehi.
Dengan dikeluarkannya hasil seminar tersebut dengan sendirinya mengukuhkan bahwa kerajaan Peureulak lebih tua dari kerajaan Pasai (Pase) yang baru dimulai pada abad ke 11 Masehi. Untuk memugar kembali situs sejarah Peureulak yang telah lama terbengkalai, seminar merekomendasikan untuk dibangun sebuah monumen sejarah, untuk itu perlu dibentuk sebuah badan yang bekerja khusus untuk program tersebut yang diberi nama Yayasan Monumen Islam Asia Tenggara disingkat dengan MONISA.
Maka pada tahun 1981 yayasan monisa didirikan, dari susunan strukturnya terpancar optimisme bahwa lembaga tersebut akan sanggup melaksanakan amanah yang dibebankan kepadanya, karena sangat banyak tokoh intelektual dan pejabat publik pada masa itu terlibat dalam struktur, bahkan siapa saja yang menjadi Bupati Aceh Timur secara otomatis menjadi ketua yayasan.
Optimisme pun berbinar-binar dimata masyarakat Aceh khususnya penduduk peureulak sehingga satu persatu masyarakat yang tanahnya masuk dalam site plan monisa bersedia melepaskan tanah mereka dengan ganti rugi alakadarnya, sehingga dalam waktu singkat tanah seluas 122.292m2 yang terletak di desa Paya Meuligoe yang diyakini sebagai bekas kerajaan Peureulak berhasil dibebaskan oleh pengurus monisa.
Dukungan pemerintah pun terlihat sangat serius, setiap tahun Pemda Aceh Timur ikut menganggarkan dana untuk pembangunan situs bersejarah tersebut, dukungan masyarakat secara pribadi juga sangat antusias, pada tahun 1983 sebuah gedung serba guna yang menurut rencana akan dijadikan sekretariat monisa berhasil dibangun atas sumbangan H. Abu bakar Abdy.
Dalam bidang perencanaan, monisa membentuk tim khusus yang dikenal dengan tim 4  dipimpin oleh Ir. Abdul Hadi, cs. Dalam hal ini monisa telah menyiapkan denah yang sangat detail di lokasi monisa mulai dari bangunan induk yang merupakan gedung yang sangat apik dan indah, dilengkapi  dengan komplek pendidikan mulai dari TK hingga perguruan tinggi, juga ada dayah tradisional untuk melestarikan ciri khas budaya Aceh, maket rumah yang berciri khas budaya dari berbagai negara ASEAN,  maket rumah adat dari berbagai suku di Indonesia, ada kolam Nurul A’la, pemandian air panas, danau Banta Amat, taman bunga dan lain-lain, bahkan mereka sudah membuat sebuah maket monumen yang sangat indah, maket tersebut sering dipajang pada acara-acara pameran dan sering menimbulkan decak kagum pengunjung atas keindahannya.
Secara historis Aceh sangat layak untuk memiliki monumen tersebut, kalau saja hal itu betul-betul dapat diwujudkan maka Aceh akan kaya dengan berbagai monumen berkelas internasional seperti Monumen Tsunami, Monumen Perdamaian, dan tentu saja Monumen Islam Asia Tenggara.
Namun sangat disayangkan setelah melewati waktu yang sangat lama monumen Islam yang menjadi harapan masyarakat Aceh terutama masyarakat Peureulak yang telah rela mewakafkan tanah mereka untuk proyek tersebut tak kunjung tiba.
Sebuah gedung serba guna yang pernah dibangun 25 tahun silam, kini tak terurus dan telah menjadi bak kandang sapi, maket monisa yang sering menjadi bahan pameran kini telah rusak dan hilang entah kemana.
Permasalahan
Kini setelah 28 tahun berlalu, generasi telah berganti, sebagian orang yang turut serta memperjuangkan monisa telah satu persatu menghadap Ilahi. Mungkin sebagian lagi masih ada yang diberi umur oleh Allah swt sehingga sempat membaca tulisan ini. Namun sayup-sayup gema monisa lenyap ditelan zaman.
Saksi-saksi persitiwa seminar itupun hampir lenyap, sebuah gedung di komplek pertamina yang dulunya menjadi tempat seminar telah kusam, dan nyaris tak terurus lagi, yang tinggal kini hanya tanah kosong seluas 12 hektar di Paya Meuligoe yang merupakan wakaf masyarakat, beberapa plang nama pada simpang jalan di Peureulak dan beberapa makam tua yang diklaim sebagai raja.
Banyak orang yang bertanya-tanya apa sebab pembangunan monisa gagal di tengah jalan. Sebelum pertanyaan itu dijawab oleh yang berkompeten, penulis mencoba menganalisa beberap sebab yang menghambat atau memperlambat pembangunan monisa tersebut.
Sebagian analisa disini merupakan hasil kajian dan pembahasan bersama pengurus monisa yang baru yang mulai bertugas pada tahun 2008, permasalahan tersebut antara lain:
1. Kebanyakan pengurus monisa adalah birokrat dan pejabat publik, sehingga tidak fokus dalam masalah monisa, sejak pertama didirikan ketua harian monisa adalah Bupati Aceh Timur, siapa saja yang menjadi bupati dialah yang menjadi ketua monisa.
Hal itu menjadi salah satu faktor terlambatnya pergerakan monisa karena bupati dengan kesibukannya tentu saja sangat sedikit waktu untuk mengurus hal seperti itu.
Menyadari banyaknya kendala struktural di tubuh yayasan, maka pada tahun 2008 dilakukan revisi pengurus secara total dengan melibatkan lebih banyak pihak yang umumnya merupakan tokoh muda, juga merangkul tokoh-tokoh dari luar Aceh Timur sehingga kesan ekslusifisme monisa dapat dihilangkan.
2. Tidak dilakukan penggalian arkeologi secara mendalam pada lokasi yang diyakini sebagai bekas kerajaan Peureulak, sejauh ini keyakinan bahwa Peureulak sebagai kerajaan Islam Pertama di Asia Tenggara didapati dari literatur baik lokal maupun asing seperti Marcopolo. Namun, lokasi kerajaannya secara persis masih bersumber dari informasi lisan masyarakat setempat.
Penggalian nisan pernah dilakukan sebelum seminar diadakan dengan menghadirkan Tgk. H. Abdullah Ujong Rimba yang pada saat itu menjabat sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia Provinsi Daerah Istimewa Aceh. Namun penggalian yang dilakukan beliau perlu dikuatkan lagi oleh arkeolog sehingga hasilnya betul-betul dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
Sebelumnya Ketua Lembaga Dinas Purba kala Pusat Jakarta Drs. Hasan Ma’arif Ambary telah hadir di Peureulak dan ikut dalam seminar tahun 1980 bahkan menyampaikan makalah dengan judul: bangun dan berkembangnya Islam di Peureulak ditinjau dari segi arkeologi.
Akan tetapi kedatangan beliau ke Peureulak hanya sekedar meninjau lokasi bekas kerajaan bukan untuk melakukan penggalian, sehingga dalam makalahnya beliau merekomendasikan supaya dilakukan penelitian arkeologi yang lebih mendalam lagi di masa yang akan datang.
Rekomendasi tersebut sampai saat ini belum dilakukan. Sebagian tokoh masyarakat di kawasan Paya Meuligoe meyakini dari hasil penggalian nisan yang dilakukan oleh Tgk. H. Abdullah ujong Rimba, terdapat tulisan Abdul Aziz pada nisan tersebut.
Tulisan itu telah tertanam ke dalam tanah sehingga tidak dapat dibaca lagi, penulis pun sudah melihat foto nisan tersebut setelah diangkat dari makam, namun masih meragukan kebenaran informasi tersebut.
Untuk memastikan pernyataan itu pengurus monisa yang baru, mengundang beberapa orang pakar untuk melakukan kajian langsung terhadap makam dan nisan yang diyakini milik  sultan Said Maulana Abdul Aziz Syah. Penggalian dilakukan pada tanggal 17 Agustus 2008 dibawah pimpinan arkeolog muda Aceh, Dedi Satria.
Setelah nisan digali sampai ke akarnya tidak juga ditemukan nama sebagaimana yang diharapkan, walau demikian arkeolog tersebut mengakui kalau nisan itu telah  berumur lebih dari 800 tahun.
Penggalian arkeologis sangat diperlukan untuk menyatakan pada dunia tentang keabsahan historis suatu situs bersejarah, sehingga tidak menimbulkan kesalahan di masa yang akan datang.
3. Kebanyakan penulis sejarah termasuk Prof. Ali Hasjmi sering mengutip kitab Idharul Haq Fi Mamlakatil Firlak Wal Fasi, karya Abu Ishak Al-Makarani sebagai rujukan, karena disana mengandung sejarah Peureulak dan silsilah raja-rajanya.
Bahkan lembaran lepas dari kitab tersebut yang berisi silsilah raja peureulak sempat dibawa ke tempat seminar di Kuala Simpang pada tahun 1980. Foto copy lembaran itu juga ada sama penulis, namun lebih dari itu belum ada kabarnya.
Dalam dokumen monisa dituliskan, kitab itu secara utuh berada pada seorang warga Peunaron yang bernama pang Akob atau Lebai Akob. Setelah dilakukan penelusuran, ternyata yang bersangkutan telah meninggal dunia dan kitab itu belum ada kabarnya dimana.
Seorang budayawan Aceh Nab Bahany As mengakui pernah melihat kitab tersebut di simpang balik Aceh Tengah pada tahun 1980-an sedang diterjemahkan oleh Teungku Adu atau Kek Adu yang berasal dari Matang Rubek Aceh Utara.
Lalu pada tanggal 18 Agustus 2008 kami bersama pengurus monisa pergi ke Matang Rubek untuk mencari orang yang disebutkan oleh Teungku Nab Bahany. Sama halnya dengan Lebai Akob, Teungku Adu tersebut juga telah lama meninggal dunia.
Pencarian ke pustaka-pustaka juga sudah dilakukan, termasuk ke museum Aceh dan Museum Ali Hasjmi. Hingga kini belum ada yang bisa menunjukkan kitab yang  menjadi juru kunci sejarah Peureulak tersebut, sehingga berbagai informasi penting tentang sejarah Peureulak dan silsilah raja-rajanya masih menjadi misteri. Semoga bagi siapa saja yang  menyimpannya bisa berbagi dengan yang lain demi kemaslahatan sejarah Aceh.
4.  Sebagian sejarah ada yang berbau mitos, hal itu lumrah terjadi dimana saja apalagi jika sejarah itu tidak didokumentasikan dengan jelas. Umumnya masyarakat kita menyampaikan sejarah kepada generasi berikutnya melalui lisan sehingga akurasi data makin lama makin berkurang atau malah hilang sama sekali.
Demikian halnya dengan kisah tentang kerajaan Peureulak, kebanyakan masyarakat hanya mendengarnya lewat hikayat, syair, dan cerita orang-orang tua.
Dalam konteks monisa, sebagian besar informasi tentang sejarah Peureulak seperti kisah Nurul A’la, Banta Amat, Nurul Qadimah dan raja-raja bersumber dari cerita orang tua-tua, sehingga akurasi datanya berkurang apalagi cerita itu sudah diwariskan oleh beberapa generasi sehingga berbagai modifikasi bisa saja terjadi dalam penyampaiannya.
Demikianlah, apapun rintangannya kita tertantang untuk membuktikan jejak sejarah bangsa kita, secara historis penulis sepakat dengan kesimpulan seminar tahun 1980 bahwa Islam telah masuk ke Aceh  pada abad pertama hijriah tepatnya di Peureulak.
Hal terpenting menurut penulis saat ini adalah melakukan pembuktian arkeologis pada lokasi sejarah tersebut. Untuk seterusnya baru dilanjutkan dengan pembangunan monumen, supaya tidak adanya bongkar pasang pada bangunan yang dibangun, di tempat yang tidak seharusnya.
Semoga pengurus monisa yang baru mampu melakukan tahapan yang benar dalam membangun monisa ke depan sehingga kita tidak terperosok ke lobang yang sama di masa yang akan datang.


di atas adalah gambaran tentang keadaan Monumen Islam Asia tenggara.......

 mungkin kita akan bertanya-tanya mengapa Peureulak adalah termasuk Kota Suci Peureulak ? padahal yang kita ketahui kota Suci bagi Umat Islam Asia Tenggara adalah Kota Mekkah dan Madinah di Arab Saudi....
mungkin kita akan bertanya-tanya siapa yang telah menyebarkan dan memperkenalkan Islam di Aceh, sejarah yang kita tahu dari Buku-buku sejarah, Islam di bawa oleh Para pedagang dari Gujarat (GUjarat) Atau bangsa Arab  bahkan ada juga yang beranggapan bahwa Islam Masuk Ke Aceh Di bawa oleh Bangsa Farsi atau persia.. namun yang jelas Islam di Bawa Ke Peureulak oleh Keturunan Rasulullah yang Suci.....  pada abad pertama Hijriah.


Seperti telah Di jelaskan Di Atas bahwa Raja Islam Pertama Asia Tenggara adalah Sulthan Sayyid Maulana Abdul Aziz Syah Bin Muhammad Ad Diqai Bin Muhammad Al Mujtaba Bin Jakfar Shadiq (Imam Ke enam Kaum Syiah Imamiyah) Bin Muhammad Al Baqir (Imam Ke Lima Kaum Syi'ah Imamiyah) Bin Ali Zainal Abidin (Imam ke Empat Syi'ah Imaiyah) bin Husain Assyahid bin Rasulullah (Imam Syiah Imamiyah ke Tiga) Melalui perkawinan Ali Al Murthada (Imam Pertama Syiah Imamiyah) dengan Putri Rasulullah Sayyidah Fathimah Azzahra.

pada Tahun 2010 yang lalu seorang Ulama Besar Iran Ayatullah Muhammad Jawad Al Marwi beserta Rombongan Menziarahi Makam Raja Islam Pertama Asia Tenggara dan Beliaulah yang telah memberi Gelar sebagai Kota Suci Peureulak khusus Asia Tenggara.